Pukul 11.39 saya mengetik baris pertama pada postingan kali ini. Entah akan selesai dan terbit pada pukul berapa, akan saya biarkan kalimat demi kalimat mengalir apa adanya. . . . Mungkinkah kamu akan membaca tulisan ini? Tulisan yang sepertinya tak cocok lagi disebut sajak atau puisi. Sebab, semakin hari saya semakin sadar, saya tak sepuitis itu. Semua yang tertulis hanya kalimat-kalimat yang mengalir begitu saja, yang semakin lama semakin mirip dengan sebuah cerita dari apa yang saya rasa. Mungkin akan sedikit sulit menemukan Tokoh utama dari kata kamu yang sekarang saya tuliskan disini. Dan mungkin juga, kamu sudah membaca tapi tak merasa, bahwa itu adalah kamu. Saya tak perlu meminta maaf sebab tokoh dalam sajak-sajak atau tulisan saya bukan kamu lagi bukan? Maaf, seharusnya kalimatnya begini; Saya tak perlu meminta maaf sebab tokoh dalam sajak-sajak atau tulisan saya tidak selalu kamu lagi bukan? Kamu tahu? Saya ternyata masih memiliki hati, Saya pernah jatuh hati pada pria lain. ...
Satu hal yang ku pelajari dari jingga dikala senja adalah walaupun indahnya hanya sementara, namun setidaknya ia tetap konsisten terhadap kehadirannya.