The Over Thinker
Pukul 11.39 saya mengetik baris pertama pada postingan kali ini.
Entah akan selesai dan terbit pada pukul berapa, akan saya biarkan kalimat demi kalimat mengalir apa adanya.
. . .
Mungkinkah kamu akan membaca tulisan ini?
Tulisan yang sepertinya tak cocok lagi disebut sajak atau puisi.
Sebab, semakin hari saya semakin sadar, saya tak sepuitis itu.
Semua yang tertulis hanya kalimat-kalimat yang mengalir begitu saja, yang semakin lama semakin mirip dengan sebuah cerita dari apa yang saya rasa.
Mungkin akan sedikit sulit menemukan Tokoh utama dari kata kamu yang sekarang saya tuliskan disini.
Dan mungkin juga, kamu sudah membaca tapi tak merasa, bahwa itu adalah kamu.
Saya tak perlu meminta maaf sebab tokoh dalam sajak-sajak atau tulisan saya bukan kamu lagi bukan?
Maaf, seharusnya kalimatnya begini;
Saya tak perlu meminta maaf sebab tokoh dalam sajak-sajak atau tulisan saya tidak selalu kamu lagi bukan?
Kamu tahu?
Saya ternyata masih memiliki hati,
Saya pernah jatuh hati pada pria lain.
Mungkin sekali atau dua kali, atau bahkan lebih setelah kita selesai.
Bahkan, pernah ada yang mengajak saya untuk melangkah pada tahapan yang lebih serius, dan saya hampir mau, tapi saya terlalu muda pada saat itu.
Atau mungkin, memang Tuhan belum mengiyakan untuk saya menghabiskan hidup saya dengan orang lain, pada saat itu.
Tapi tahu kah kamu, tak peduli seberapa sering saya jatuh hati, hati ini selalu memiliki bagian-bagian yang masih jatuh kepada kamu.
Seseorang pernah berkata, cinta pertama dan cinta monyet itu berbeda.
Saya sempat berpikir cinta pertama saya adalah pria yang dulu pernah menjadi sahabat saya.
Tapi ternyata katanya,
Cinta pertama adalah ia yang selalu ada dalam bagian hati yang selalu terjatuh pada orang yang sama, meski orang tersebut tidak melakukan apapun, atau bahkan kalian sudah tak pernah berkomunikasi untuk waktu yang lama.
Sumpah,
Saya tak tahu bagaimana menceritakan ulang apa yang teman saya pernah katakan. Tapi intinya, seperti itu. Seperti apa yang saya tuliskan diatas.
Katanya juga, Cinta pertama adalah ia yang selalu membuat kamu ingin kembali, tak peduli berapa kali kalian gagal atau jatuh dan sakit.
Saya tahu, dalam hidupmu itu bukan saya.
Dan saya akan berusaha tak peduli, itu siapa.
Dan jika yang membaca merasa itu dia, bisakah kamu (si-dia) tolong diam sebentar dan tak perlu berkomentar apa apa? Sebab saya tahu betapa childish nya kita pada masa dulu. Aku dengan segala pemikiran ku, dan kamu (si-dia) dengan segala pesan-pesanmu.
Kembali lagi pada kamu, si tokoh utama.
Saya sedang berpikir,
Apakah dalam hidup saya, itu kamu?
Dan apakah itu alasan mengapa saya takut untuk berteman dengan kamu?
kini saya sadar, apa yang kamu maksud dengan tidak stabil.
Pada malam-malam yang seharusnya berjalan baik-baik saja, tapi saya melihat kamu hadir dalam mimpi saya.
Beberapa kali, pula.
Dan malam ini, saya menuliskan ini, yang ternyata topiknya kemana mana.
Apakah blog ini sekarang menjadi buku harian saya? Jelas tidak.
Blog ini kembali memiliki fungsi untuk menguliti 'Kamu' dalam setiap tulisannya.
Terkadang, saya bertanya-tanya;
"Bagaimana perasaan orang-orang yang saya tuliskan disini?"
Apakah senang? Bahagia?
Atau benci dan murka?
Sebab terkadang saya menuliskan hal-hal baik seperti bagaimana saya jatuh kepadanya.
Namun terkadang pula saya menuliskan hal-hal yang mungkin beberapa orang akan merasa itu berlebihan, dan berkesan memojokkan. Padahal tidak.
Sama seperti penulis pada umumnya, saya hanya menuliskan apa yang saya rasakan.
Mungkin bedanya, disini saya tidak begitu menyaringnya.
Tapi, mungkinkah itu tak apa? sebab yang membacapun belum tentu tahu 'Kamu' itu siapa.
Kamu sudah merasa bosan membacanya belum?
jika belum, bacalah lagi sebab saya mau jujur.
Saya rindu, tapi tak tahu harus bilang apa.
Saya ingin bertemu, tapi takut saya tak bisa meninggalkan hati saya ketika kita bertemu.
Setelah membaca ini, apakah kamu akan tetap mengajak saya bertemu, meski saya bilang saya tak yakin bisa meninggalkan hati saya saat kita pergi nanti?
Setelah kamu membaca ini, apakah kamu masih yakin ingin berteman dengan saya yang masih abu-abu seperti ini?
Saya masih ingin jujur.
Bahwa terkadang, saya ingin mendengar suaramu.
Meski suara itu pernah terkalahkan oleh beberapa suara lainnya.
Namun setelah sekian lama, sepertinya saya masih mengingat suara itu.
Dan yang terakhir, saya ingin jujur, bahwa pundakmu masih menjadi bagian ternyaman yang pernah saya temui.
Setelah menulis ini, saya sedikit bimbang akan mempostingnya atau tidak.
Sebab saya takut, kamu tak lagi mau berteman dengan saya seperti yang pernah kamu bilang, atau, kamu takut saya akan seperti dulu;
Menjadi wanita yang terus dan masih saja jatuh hati kepadamu.
Tapi biar saya ulang, saya masih memikirkannya;
Apakah perasaan ini nyata, atau hanya sekedar rindu pada masa lalu saja.
Apakah benar dalam hidup saya, kamulah cinta pertama, atau saya hanya terbawa suasana saja.
Sebab jujur, saya cukup bodoh dalam memahami perasaan saya sendiri.
Sama bodohnya dengan saya yang tak tahu, perasaan apa yang membuat saya menuliskan ini, disini.
Omong-omong, bagaimana kita membuat clue kamu sudah membaca ini atau belum.
clue nya..
kita bahas ini lagi, haruskah kita masih terus berteman seperti yang pernah kita bahas sebelumnya?
Atau, haruskan saya melakukan seperti apa yang saya lakukan sebelumnya?
Tapi saya yakin, jika saya tidak membagikan link ini, kamu tidak akan membacanya.
Jadi untuk pembaca saya yang tak sengaja membacanya ketika kamu berkunjung ke laman blog saya, maaf, harus membuang waktu anda membaca tulisan ini.
Maaf jika ini bukan sajak seperti yang anda harapkan.
- 4 Mei 2022.
Saya masih Matahari Jingga.
yang tak pandai dalam memahami perasaannya.
Komentar
Posting Komentar