Ambisi Si Pemimpi
Hatiku bukan batu, meski terkadang ia suka membatu.
Tetap bertahan pada pilihan yang dianggapnya benar, tanpa peduli atas komentar dari mulut-mulut manusia di luar sana.
Keras kepala? Tidak.
Aku menyebutnya teguh terhadap pendirian.
Tak peduli apa kata manusia di luar sana,
yang jelas aku tahu, aku memiliki prinsip.
Dan sampai kapanpun, takkan aku biarkan seseorangpun menyentuh prinsipku.
Wahai manusia.
Tidakkah kau diajarkan untuk saling menghargai? Terlebih terhadap keputusan orang lain?
Tidakkah kau mengerti, bahwa cita-cita adalah hal yang harus dikejar sampai kau merasa lelah dan cukup akannya?
Maka, biarkanlah aku mengejarnya. Sampai aku merasa lelah dan cukup.
Biarkan aku menjadi seseorang yang begitu berambisi bagimu, biarkan aku menjadi begitu. Setidaknya selama aku tidak pernah mengeluh akan ambisiku ini kepadamu.
Manusia..
Ketahuilah, sudah lama rasanya aku nyaris tidak berani untuk bermimpi.
Aku ingat betul kapan terakhir kali aku menyuarakan mimpiku. Lalu disambut kalimat-kalimat yang cukup mengenggelamkan mimpiku.
Tidak mungkin katanya, mimpiku begitu mustahil baginya. Ia bilang, ia tidak yakin bahwa ia mampu mewujudkan mimpiku.
Lalu aku terjatuh.
Kemudian aku kembali berjalan, tanpa tahu harus kemana aku membawa mimpi dan cita-citaku.
Saat itu, aku begitu terluka akan pengakuan ketidak-mampuannya. Tanpa aku sadar, bahwa memang tidak ada seorangpun yang mampu mewujudkan mimpiku, selain aku.
Aku berjalan, tanpa tahu akhirnya akan sampai mana. Terus berjalan, sampai waktu pada akhirnya membawaku pada mimpi dan cita-citaku itu. Ya.. aku bertemu pada sesuatu yang mampu mengingatkanku pada mimpi dan cita-cita itu. Pada sesuatu yang semakin membuatku yakin, bahwa betul, mimpiku tidak salah. Cita-citaku begitu sejalan dengan apa yang harus aku lakukan dimasa depan.
Menjadi sekolah pertama, pada dunia barunya.
Lalu, aku mulai berambisi lagi. Aku mulai ingat mimpi yang sudah lama tenggelam ini. Dan apa yang ia katakan? Ia bilang iapercaya, bahwa anaknya mampu mewujudkan mimpi dan cita-citanya sendiri. Ia bilang, ia akan membantuku dalam doa. Dalam tindakkan yang akan menyetujui apapun yang aku putuskan. Sebab katanya, tiada hal lagi yang mampu ia lakukan, selain memasukan namaku kedalam setiap doanya dan mendukungku akan semua keputusan yang aku buat.
Ia bilang begitu.. ia percaya akan keputusanku.. ia menghargai mimpiku..
Dan bahkan ia sampai bilang, tak apa aku berada jauh darinya, ia akan selalu mendekatkanku dalam doanya. Ia akan menjadikan keberhasilanku sebagai mimpinya juga.. lalu, saat ia yang begitu berhak dalam hidupku saja merelakanku dalam mengejar mimpi ini, mengapa kamu harus sebegitu mencibir, wahai manusia?
Aku tahu, dengan berat ia merelakanku berada jauh darinya. Dengan berat pula ia tenggelamkan egonya. Ia berusaha mendukung apapun yang ku lakukan. Dan aku sangat bersyukur dengannya.
Wahai manusia..
Berhentilah meremehkan mimpi dan cita-cita orang lain.
Siapapun itu.
Sebab apa yang kamu anggap tidak mungkin, ketidak-mungkinan itu hanya berlaku bagimu, bukan si pemilik mimpi itu.
Kamu harus sadar, kamu dan si pemilik mimpi itu berbeda.
Terlebih jika sipemimpi itu begitu memperjuangkan mimpinya.
Terlebih jika si pemimpi itu memiliki ridha dari orang tuanya.
Tak peduli siapapun kamu, kamu tidak pernah memiliki hak untuk membatasi mimpi oranglain, wahai manusia.
Komentar
Posting Komentar