2 a.m ( Dear me; who do u love?)

Bagai sebuah kebiasaan, tengah malam aku berada disini -lagi-.

Sudah pasti dengan perasaan yang tidak baik-baik saja.

Untuk yang kesekian kalinya, kamu adalah hal terakhir yang ku pikirkan menjelang waktu tidurku.

Hal yang terakhir, tapi bukan berarti sedari tadi ku tak memikirkannya.

Notifikasi darimu adalah hal yang menyenangkan yang selalu tak sabar untuk ku buka,

Menulis kata-demi-kata pada ruang obrolan kita adalah hal yang sangat menyenangkan yang ku lakukan di sela-sela kegiatanku.

Jika begitu, bagaimana mungkin sedari tadi ku tak memikirkanmu?

Namun biarpun begitu, aku tetap tahu apa yang seharusnya jadi prioritasku.

Ya, itu adalah Aku. Aku dan diriku.

3 tahun lebih kita berpisah, tak mungkin boleh mengubah hal-hal yang sudah ku kerjakan selama 3 tahun belakangan bukan?

Hal-hal tentang;

bagaimana aku tak memikirkan komunikasi kita,

bagaimana aku tak memikirkan rasa rindu terhadap pertemuan kita,

bagaimana aku tetap bertahan untuk tidak berteman dengan mu, karena aku tahu aku belum sepenuhnya melupakanmu.

Meski beberapa kali mungkin aku pernah mengganggumu dengan pesan-pesan acakku.

Atau mungkin dengan untaian perasaan marah, sedih atau kecewa.

Percayalah, aku tetap dengan hal-hal yang ingin ku lakukan -tidak berteman denganmu- sampai pada saat terakhir aku bercerita kepadamu.

Akupun masih memikirkan, hal apa yang membuatku pada akhirnya mampu berpikir bahwa aku bisa berteman denganmu?

Nyatanya, hal tersebut adalah jelmaan dari rasa bersalah karena mengatakan kamu adalah orang asing bagiku.

Selanjutnya, semua hanyalah jelmaan dari rasa rindu yang mungkin sudah lama tak dibiarkan tumbuh.


.

Kamu tahu? malam ini aku menyadari bagaimana sesungguhnya kisah kita.

Aku adalah seseorang yang pertama kali jatuh terhadap kisah ini.

Aku yang menyukaimu, Aku yang mengungkapkan padamu, dan Aku yang menunggumu, dan Aku yang sangat senang menuliskan hal-hal tentangmu.

Sedangkan kamu, adalah seseorang yang pada akhirnya jatuh juga pada kisah ini.

Kamu yang entah sadar atau tidak tentang perasaanku pada mulanya.

Kamu yang ternyata memiliki seseorang.

Kamu yang dengan sabar membalas pesan-pesanku, yang terkadang selalu minta dimengerti terhadap perasaan yang sebenarnya tak kamu miliki.

Kamu yang pada akhirnya mengirimi pesan yang berisi pertanyaan tentang kapan aku akan kembali kerumah dari liburanku dijakarta.

Aku hampir lupa detailnya tentang itu, namun ada beberapa bagian yang ku ingat.

Bagaimana pada awalnya kita bertemu,

(sudah jelas aku yang mengajak temu lebih dulu, namun kamu tak bisa. Lalu setelah beberapa saat aku menyerah untuk menyuarakan sebuah temu, tetiba kamu mengirimi pesan yang memintaku agar jangan pulang dulu, karena kita belum bertemu. Tak perlu ku jelaskan bagaimana perasaan dan reaksiku pada saat itu, sudah pasti senang dan bahagia)

Kemana kita pada pertemuan itu,

(pantai dikota jakarta, sungguh jauh dari pantai-pantai dijogja. Namun percayakah kamu, bahwa pantai tersebut tak kalah indah pada saat itu? ditambah, hari tersebut adalah pertama kalinya aku melihat hal kesukaanku dengan seseorang yang ku suka. Aku suka pantai, aku suka matahari tenggelam, dan aku suka kamu. Bisa kamu bayangkan betapa indahnya momen tersebut?)

Dan apa yang terjadi setelah pertemuan itu,

(jelas bukan hal-hal romantis yang seharusnya, tapi sesungguhnya, begini saja sudah cukup bagiku. Setelah seharian kita berjalan dan bersama, kamu memilih waktu disaat kita bahkan tak saling berhadapan. ya, pada akhirnya dalam kisah ini tidak hanya ada aku, tapi juga  ada kamu)


Aku tak tahu berapa lama tepatnya kita bersama setelah itu.

Karena sayangnya satu hari setelah kita bersama, aku harus kembali kerumah dan menyelesaikan liburanku, dan kita berpacaran jarak jauh (hal yang sebenarnya saat ini mungkin tak bisa lagi ku lakukan entah pada siapapun itu).

Banyak hal yang akhirnya terjadi selama masa-masa itu,

bagiku meski kita hanya bertukar kabar melalui handphone, itu sungguh nyata.

Entah rasa bahagianya, sedihnya, rindunya dan hal-hal lainnya.

.

Singkat cerita, setelah beberapa hal yang kita alami saat berjauhan, aku memutuskan untuk kembali kejakarta.

Namun nampaknya semesta sungguh punya cerita, tak lama, kitapun dipisahkan lagi.

Sampai pada kemarin kita bertemu lagi, ku pikir sudah selesai perasaanku padamu.

Namun ternyata sepertinya tidak.

Karena jika memang sudah berakhir, aku tak akan menuliskan ini dan satu tulisan sebelumnya.

Aku tak akan meralat tulisan yang sebelumnya, omong kosong dengan pertanda atau kode, kamu tak akan membacanya. Namun terimakasih atas pertemuannya. Dan aku masih menantikan pertemuan berikunya.

Sungguh tak tahu diri bukan?

Bahkan jika bisa, aku ingin meminta sebuah pelukan juga.

Aku cukup lelah menjadi mandiri.

Namun walaupun lelah, rasa tersebut takkan membuatku menjadi tak mandiri atau melemah.

Hanya sekedar mengeluh tak apa bukan? hehe

Aku tahu, sampai nantipun kamu tak akan membaca ini ataupun tulisanku yang lainnya.

Berbeda dengan aku yang jika rindu malah membaca tulisanmu dan berakhir menangis karena tak pernah menemukan diriku didalamnya.

Tak apa, Ku menulis bukan dengan tujuan agar aku dijadikan tulisan juga.

Ku menulis karena tak tahu harus menyuarakan perasaan dengan apa.

Meski terkadang aku cemburu dengan mereka yang ada dalam tulisanmu.

Namun akhir-akhir ini juga ku menulis subjek lain dalam blog-ku, apa kamu pernah cemburu juga?
-bagaimana bisa cemburu ya, jika tahu saja tidak-

Oiya, singkatnya dalam kisah ini kamu adalah segala hal pertama bagiku, dan aku tahu aku bukan.

Bahkan mungkin tragisnya, kamu adalah cinta pertamaku.

Cinta pertama tak pernah berhasil. Sungguh tragis.

Kenapa kita harus selalu jatuh kepada seseorang yang menjadi cinta pertama kita, jika pada akhirnya kita tetap tidak berhasil pada orang tersebut?

Rumus macam apa itu.

Namun jika memang benar kamu orangnya, yang mampu membuatku jatuh berkali-kali pada perasaan yang sama namun akhirnya tak bisa bersama, yasudahlah.

Bukan berarti aku menyerah, aku hanya tak punya jalan lain. Tak menyerah hanya dapat dilakukan pada hubungan yang jelas adanya, bukan perasaan sepihak seperti yang ku rasakan.

Pada intinya, Sudah jelas apa yang ku rasa,

dan mungkin nantinya aku akan berjalan seperti biasanya saja.

By the way, terimakasih informasinya.

That's kind of bad news actually, but u will meet ur fam, I shoud be happy with that.

setelah pertemuan-pertemuan yang ntah akan terjadi berapa kali nantinya, bolehkan aku meminta bertemu terakhir kalinya sebelum pada nantinya kamu akan pergi?

mungkin pada saat itu, aku akan benar-benar meminta untuk sebuah peluk, untuk pertama dan terakhir kalinya.


satu jam lebih saya menulis ini.

Dengan tata bahasa dan penulisan yang sungguh berantakan.

(tidak lupa pula tisu berlembar-lembar yang habis untuk menyeka hidung)

Tapi, apakah perasaan dan maksudnya tetap tersampaikan?

Dari saya, 

Matahari Jingga.

Komentar

Postingan Populer