Langsung ke konten utama

Rindu

Hari ini, aku melihat seorang teman menangis tersendu-sendu dikarenakan sebuah rindu. Rindu yang seperti apa yang ia miliki? Hingga sampai membuatnya menangis dengan sebegitunya? Mungkin, rindu yang telah sampai pada batas kemampuannya. Atau mungkin rindu yang sudah sangat menginginkan sebuah temu. Aku kurang tahu..

Yang ku tahu adalah bagaimana ia menangis. Air matanya seolah mampu menjelaskan, betapa menyiksanya sebuah rindu yang tidak dapat langsung berujung pada temu.
Rindu. Sebuah rasa penuh makna. Didalamnya kadang aku merasakan sebuah kebahagiaan, namun juga kadang, ada beberapa kesedihan. Mungkin itu juga yang temanku rasakan saat ia merindu.

Kamu tahu? Terkadang manusia itu lucu..
Tiap hari atau seminggu sekali bertemu, bertukar cerita, berbagi pengalaman, makan siang bersama, tapi pada malam harinya atau hari berikutnya, ia tetap merindu..

Seperti temanku. Ia bilang, ia merindu. Rindu pada ibu, pada suasana rumah, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Juga, pada yang tercintanya.. Itu pasti.. Aku sudah menduga haha..

Ya.. Temanku adalah seorang anak rantau. Ia mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya, dan lalu mencoba mengadu nasib di kota Yogyakarta. Sebenarnya, tidak jauh juga ia merantau. Kampung halamannya dengan kota tujuannya dapat dilalui hanya dengan beberapa jam berkendara. Baik dengan sepeda motor,  ataupun angkutan lainnya. Tapi tetap saja. Merantau tetap merantau. Ia tidak seperti saya, yang setiap hari bisa berada dirumah, bertemu, dan bersendagurau bersama keluarga.

. . . . 

Rindu pada rumah..

Aku paham, perasaan seperti apa itu. Aku paham, betapa menyakitkannya rindu yang seperti itu.

Kamu tahu apa yang paling menyakitkan dari sebuah rindu?

Ialah rindu,  namun semesta belum merestui sebuah temu. Rindu, namun kita masih harus menunggu..

Tapi, apakah kamu tahu juga, sebenarnya apa yang membuat rindu terasa begitu rawan? Sedih dan menyakitkan?

Ialah kita..

Kita, yang membuat rindu terasa rawan, sedih, sendu, dan menyakitkan.

Padahal, sesungguhnya, rindu itu indah. Seindah ketika kamu merindu, dan mencoba menitipkan rindumu lewat angin malam disepertiga malammu. Seindah kamu merindu, dan mencoba tersenyum dalam menjalani hari, agar harimu tidak terasa begitu berat, agar harimu cepat berlalu, dan agar harimu yang telah kamu nanti cepat datang menghampirimu..


Sebenarnya, rindu itu indah..

Seindah ketika aku tahu,  bahwa kamu juga merindu. Sama sepertiku...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jingga dan senja, adalah kolaborasi yang sempurna.

Kamu tahu jingga? Iya,  jingga adalah warna yang ceria. Warna yang melambangkan kehangatan, kenyamanan dan persahabatan. Setidaknya begitulah arti jingga bagi kebanyakan orang. Namun bagiku,  jingga lebih lengkap dari itu. . . . Dalam jingga,  aku tidak hanya melihat beribu keceriaan, namun juga sejuta senyuman. Olehnya,  orang yang memperhatikannya,  ia tarik kedalam kebahagian, ia ajarkan caranya memberikan senyuman. Perihal kehangatan dan kenyamanan,  jingga dan senja memang juara.  Warna merah yang bercampur kuning itu,  mampu menghipnotisku. Membuatku merasa nyaman dan tentram ketika menikmatinya. Sedangkan tentang tersahabatan, jingga memang sudah lama bersahabat denganku. Dari sebelum aku tahu,  apa sebenarnya jingga itu. ... Berbeda dengan jingga,  senja memiliki arti yang begitu luas bagi orang-orang. Ada yang menilainya romantis,  melankolis, juga puitis. ... Senja,  adalah penghantar dari siang menuju malam...

Last Meeting Theory

  Last Meeting Theory   Kata orang, kita tidak akan pernah tahu kapan sebuah pertemuan akan menjadi yang terakhir kalinya. Theori itu seolah menampar kehidupanku satu per satu. Ia, pertemuan terakhir- tak pernah datang dengan aba-aba, tetapi ia datang selayaknya hari biasa, -yang kemudian menjadi penyesalan yang luar biasa .       Bagian Satu, Mama. Tahun lalu, saat Ramadhan aku pulang. Ku pikir, itu akan cukup untuk menggantikan momen lebaran.   Ku pikir, tiga hari menghabiskan waktu bersama akan cukup untuk mengisi rindu. Ku tawari dia ini dan itu, namun ia tak mau. Ku turuti maunya, lalu kembali pulang -ke rantauan, sambil membawa ijin akan sebuah hobi, yang tadinya tak ia percayai.                             Andai aku tahu bahwa itu lebaran terakhir bersamanya,       ...

Penggalan kalimat.

Pagi ini hujan mengguyur jakarta, membuat manusia-manusia yang begitu cinta kepada kasurnya merasa enggan meninggalkan sang kasur sendirian. . . . . Hari ini jakarta hujan ? tak apa , asal jangan ada hujan dipipimu . . . . Kepada kamu yang merasa tak asing dengan kalimat tersebut, ya, itu kalimat yang terselip disela-sela ruang perbincangan kita. Kamu tahu? Menulis penggalan kalimat tentang kamu adalah favorite ku. Ini bukan berarti aku senang menuliskan apa yang ada di ruang perbincangan kita dan lalu membagikannya. Bukan. Yang ku maksud adalah, memasukanmu kedalam tulisanku. Baik menjadi inspirasi, ataupun memang sedang menguliti kamu dalam tulisan itu. Dan aku suka yang terakhir. Sangat suka. . . . Kalimat demi kalimat mengalir begitu deras layaknya aliran air dari sungai yang besar . Deras sekali . ' Itulah yang terjadi jika aku sedang mengulitimu dalam tulisanku. . . . Aku suka menulis, dan kamu. Jadi mungkin itu alasan mengapa aku suka me...